Foto Ilustrasi : Hoembala-Media |
Menurut laporan Financial Times yang dirilis pada hari
Sabtu, Eskom diperkirakan akan mengumumkan kerugian tahunan sebesar 15 miliar
rand (sekitar $823 juta). Angka ini, meskipun masih menunjukkan kerugian yang
signifikan, sebenarnya merupakan perbaikan dari tahun sebelumnya di mana
perusahaan ini mencatat kerugian sebesar 23,2 miliar rand.
Namun, di balik angka-angka ini tersembunyi cerita yang
lebih dalam. Kerugian besar ini sebagian besar disebabkan oleh pengeluaran
Eskom sebesar 33 miliar rand untuk membeli diesel. Bahan bakar ini digunakan
untuk menjalankan turbin gas siklus terbuka, sebuah solusi darurat untuk
menjaga agar lampu-lampu di rumah-rumah dan pabrik-pabrik Afrika Selatan tetap
menyala.
Dan Marokane, CEO Eskom, dalam wawancaranya dengan Financial
Times, memberikan secercah harapan. Ia menyatakan bahwa berakhirnya pemadaman
listrik berarti Eskom bisa menjadi menguntungkan tahun depan. "Kami
melihat penggunaan diesel yang mencapai rekor tahun lalu, karenanya kerugian
juga mencapai rekor," ujarnya. "Tapi kami benar-benar telah
mengurangi penggunaan diesel, jadi kami harus melihat perbaikan finansial yang
substansial tahun ini. Jika kami mempertahankan trajektori kami, tidak ada
alasan kami tidak bisa bahkan melihat keuntungan."
Foto : Reuters |
Namun, perjalanan Eskom menuju profitabilitas dan keandalan
pasokan listrik bukanlah tanpa tantangan. Selama beberapa tahun terakhir,
pemadaman listrik telah menghantam ekonomi Afrika Selatan dengan keras. Sebagai
negara paling industrialis di benua Afrika, ketidakstabilan pasokan listrik
telah mengakibatkan kerugian miliaran dolar dan menghambat pertumbuhan ekonomi.
Marokane menyadari betul tantangan ini. Ia menegaskan bahwa
prioritas utama Eskom adalah mengakhiri pemadaman listrik yang telah
menghancurkan perekonomian negara selama beberapa tahun terakhir. Strategi
Eskom untuk mencapai hal ini melibatkan dua pendekatan utama: perawatan yang
lebih baik terhadap armada pembangkit listrik tenaga batubara mereka dan
pemanfaatan pembangkit listrik tenaga surya swasta.
Yang menarik, Eskom telah berhasil menghentikan pemadaman
dalam beberapa bulan terakhir berkat perawatan yang lebih baik terhadap armada
batubara mereka dan pembangkit listrik dari 5 gigawatt instalasi surya swasta.
Ini menunjukkan bahwa solusi untuk krisis listrik Afrika Selatan mungkin
terletak pada kombinasi antara optimalisasi infrastruktur yang ada dan adopsi
teknologi energi terbarukan.
Kisah Eskom ini menjadi cermin dari dilema yang dihadapi
banyak negara berkembang dalam transisi energi mereka. Di satu sisi, ada
kebutuhan mendesak untuk memenuhi permintaan listrik yang terus meningkat untuk
mendukung pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, ada tekanan global untuk beralih
ke sumber energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.
Namun, di tengah tantangan ini, ada harapan. Keberhasilan
Eskom dalam mengurangi pemadaman listrik menunjukkan bahwa dengan manajemen
yang tepat dan investasi strategis, bahkan masalah energi yang paling sulit pun
dapat diatasi. Jika Eskom dapat mempertahankan momentum ini, itu bukan hanya
berarti lampu-lampu di Afrika Selatan akan tetap menyala, tetapi juga ekonomi
negara ini mungkin akan mulai bersinar lebih terang.
Saat kita menatap ke depan, kisah Eskom menjadi pengingat akan pentingnya ketahanan dan inovasi dalam menghadapi tantangan energi global. Dari kegelapan pemadaman listrik, Afrika Selatan kini bergerak menuju masa depan yang lebih cerah. Dan mungkin, dalam perjalanan ini, negara ini akan menemukan solusi yang bisa menginspirasi dunia.