![]() |
| Foto : Kompas |
Ekonom senior Universitas
Indonesia, Faisal Basri, mempertanyakan niat pemerintahan Prabowo Subianto
untuk menambah jumlah kementerian dalam kabinetnya yang akan datang. Dalam
pandangan Faisal, pertanyaan ini tak bisa dihindari, mengingat kabinet Presiden
Joko Widodo (Jokowi) saat ini sudah memiliki 34 kementerian. Dalam menggugat
alasan penambahan tersebut, Faisal membandingkan dengan negara-negara besar
lainnya seperti Amerika Serikat yang hanya memiliki 15 kementerian, dan Cina
dengan 17 kementerian. Dengan pertanyaan yang tajam, Faisal menyampaikan,
"Alasannya apa dulu? Alasannya, kita negara besar? Amerika lebih besar
dari kita, (kementeriannya) 15. Cina lebih besar dari kita, 17. Jadi, nothing
to do," pada sebuah acara di Senayan Park, Jakarta Pusat pada Rabu, 15
Mei 2024.
Meskipun demikian, Faisal
memberikan catatan optimis bahwa penambahan kementerian mungkin bisa diterima
jika alasan yang diajukan oleh pemerintah dapat dipahami secara logis dan masuk
akal. Namun, hingga saat ini, alasan yang diberikan masih belum jelas bagi
Faisal.
Di sisi lain, pada Kamis tanggal
16 Mei 2024, rapat pleno Badan Legislasi (Baleg) DPR sepakat untuk memutuskan
hasil penyusunan Rancangan Undang-Undang Kementerian Negara sebagai usul
inisiatif DPR. Keputusan ini diambil di tengah berita yang sedang panas terkait
rencana Prabowo-Gibran untuk menambah jumlah kementerian setelah menjabat di
istana.
Meskipun revisi aturan jumlah
kementerian tersebut dianggap sebagai kebetulan bersamaan dengan isu rencana
Prabowo oleh Ketua Baleg DPR, Supratman Andi Agtas, Faisal Basri menegaskan
bahwa penambahan kementerian dapat diterima asalkan didasari oleh alasan yang
jelas untuk kepentingan rakyat. Namun, ia juga dengan tegas menyatakan
ketidaksetujuannya terhadap rencana tersebut dengan mengatakan, "Menteri
sekarang ini udah kebanyakan. Tidak setuju. Sangat tidak setuju."
Faisal Basri juga mengkritik
peran Menteri Koordinator (Menko) yang dinilainya telah mengambil alih tugas
para menteri yang seharusnya. Baginya, keberadaan Menko saat ini seolah-olah
telah merusak fungsi kementerian yang seharusnya bekerja efisien. Dalam
pandangannya, "Kalau sekarang, yang terjadi Menko itu mengambil alih
tugas menteri dan Menko-nya katanya dari partai-partai. Daripada Menko kayak
sekarang, merusak Menko itu. (Kementerian) Industri dan Perdagangan gabung aja,
supaya gak berantem."
Dengan kritik yang tajam dan penekanan pada kepentingan rakyat, Faisal Basri memberikan sorotan yang penting terhadap dinamika politik dan kebijakan di Indonesia, yang layak dipertimbangkan oleh semua pihak yang terlibat.
