![]() |
| Foto : Berita Satu |
Meskipun Kementerian Perindustrian awalnya
memperkirakan adanya peningkatan permintaan semen pada awal tahun ini, namun
kenyataannya masih menunjukkan sebaliknya. Asosiasi Semen Indonesia (ASI)
memperkirakan bahwa kebutuhan semen pada tahun 2024 akan mengalami peningkatan
sebesar 3% dibandingkan dengan periode sebelumnya, namun harapan tersebut belum
sepenuhnya terwujud.
Faktanya, sejumlah kebijakan yang
diterapkan justru membuat permintaan semen terhambat. Libur panjang saat
perayaan Idul Fitri, larangan operasional kendaraan berat, serta masa kampanye
dan pemilu menjadi beberapa faktor utama yang berkontribusi pada penurunan
pesanan semen. Hal ini menyebabkan penumpukan persediaan semen di gudang-gudang
pabrik semen, yang pada akhirnya juga mempengaruhi kondisi semen itu sendiri.
Kemampuan produksi industri semen
jauh melebihi permintaan yang ada, bahkan hampir dua kali lipat. Dengan
kapasitas produksi nasional mencapai 120 juta ton per tahun, sementara
kebutuhan semen dalam negeri hanya sekitar 67 juta ton pada tahun 2023, industri
semen hanya beroperasi pada tingkat utilisasi rata-rata sebesar 58%.
Akibat penumpukan semen di
gudang-gudang produksi, kondisi semen pun menjadi terpengaruh. Beberapa
petinggi produsen semen bahkan mengakui bahwa semen telah mengalami kondisi
membatu karena terlalu lama disimpan di gudang penyimpanan. Hal ini menjadi tantangan
serius bagi industri semen untuk mengatasi masalah oversupply dan memastikan
kualitas produk tetap terjaga.
Dalam situasi ini, industri semen perlu menemukan solusi yang efektif untuk mengurangi pasokan berlebih dan meningkatkan permintaan, serta memastikan bahwa kondisi produk tetap optimal meskipun disimpan dalam jangka waktu yang lama.
