Drama Politik di Tanah Bolivia: Ketika Demokrasi Nyaris Tergelincir

Hoembala-Media
Foto : Hoembala-Media
Bayangkan sebuah panggung teater politik, di mana Istana Kepresidenan Bolivia menjadi lokasi utama. Rabu siang yang menggemparkan, sekelompok prajurit tiba-tiba menerobos masuk, menciptakan adegan yang lebih menegangkan dari film aksi manapun. Pemerintah langsung berteriak "Kudeta!" - sebuah kata yang masih memantul-mantul dalam ingatan rakyat Bolivia sejak peristiwa 2019 silam.

Presiden Luis Arce, sang protagonis dalam drama ini, yang naik ke tampuk kekuasaan melalui pemilihan demokratis 2020, tak tinggal diam. Dengan lantang ia berseru lewat media sosial X (dulu Twitter), menuntut agar demokrasi dihormati. Ironis memang, mengingat platform ini dimiliki oleh Elon Musk, sosok yang konon turut berperan dalam kudeta sebelumnya.

Sementara itu, di luar istana, sebuah pertunjukan lain berlangsung. Jenderal Juan José Zúñiga, bak sutradara yang ingin mengubah alur cerita, menabrakkan kendaraan militer ke gedung pemerintahan di Lapangan Murillo, La Paz. Para warga yang mencoba mendekat diusir dengan gas air mata, menciptakan suasana mencekam bak zona perang.

Getty Images
Foto : Getty Images
Namun Presiden Arce, tak gentar. Bersama para menterinya, ia tampil di layar kaca, mengajak rakyat Bolivia untuk bersatu melawan upaya kudeta ini. "Kami tetap teguh di Casa Grande," ujarnya, menjadikan istana kepresidenan sebagai benteng terakhir demokrasi.

Latar belakang cerita ini tak kalah menarik. Zúñiga, yang baru saja dicopot dari jabatannya sebagai panglima angkatan darat, rupanya menyimpan dendam dan keraguan akan hasil pemilu. Namun, seperti dalam drama yang baik, antagonis pun akhirnya kalah. Setelah beberapa jam menegangkan, Zúñiga mundur dan kemudian ditangkap - sebuah adegan yang disiarkan langsung ke seluruh negeri.

Epilog dari drama ini sungguh memukau. Di luar istana, pendukung Arce berkumpul, merayakan kemenangan demokrasi. "Terima kasih rakyat Bolivia," ucap Arce kepada kerumunan, "Biarkan demokrasi tetap hidup."

Demikianlah, satu babak drama politik Bolivia berakhir, menyisakan pertanyaan: sampai kapan negeri ini harus terus berjuang mempertahankan demokrasinya?

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama