![]() |
Foto : Hoembala-Media |
Sebuah tragedi menyelimuti
Gunungkidul dengan meninggalnya seorang anak SMP akibat kasus demam berdarah.
Kepala Dinas Kesehatan setempat, Ismono, menjelaskan bahwa anak tersebut
meninggal pada Rabu (15/5/2024) karena mengalami dengue shock syndrome (DSS),
tahap kritis dari Demam Berdarah Dengue (DBD) yang memicu syok pada penderita.
Kematian ini menambah daftar
hitam, dengan total tiga kasus kematian karena infeksi virus dengue dalam
beberapa bulan terakhir. Lonjakan kasus DBD yang mencapai 666 kasus dalam 4,5
bulan terakhir menjadi keprihatinan serius, terutama karena angka tersebut jauh
melampaui total kasus sepanjang tahun 2023 yang hanya mencapai 260 kasus dengan
satu kematian.
Upaya pencegahan pun terus
dilakukan oleh Dinkes Gunungkidul, meskipun terkendala oleh anggaran yang
terbatas. Fogging, sebagai salah satu cara untuk mengurangi populasi nyamuk
Aedes aegypti sebagai pembawa virus, dilakukan secara terfokus di 33 lokasi yang
menjadi titik endemis DBD. Namun, keterbatasan anggaran juga mempengaruhi
pengadaan abate, bahan kimia untuk memberantas jentik nyamuk.
Dalam menghadapi musim hujan yang
akan datang, Dinkes meminta agar masyarakat tetap waspada dan tanggap terhadap
gejala DBD, serta segera mencari pertolongan medis jika diperlukan. Namun,
tantangan nyata masih ada, terutama dalam hal pemetaan daerah endemis dan
pelaksanaan fogging yang memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Tragedi ini menjadi pengingat
bahwa upaya pencegahan DBD memerlukan komitmen dan dukungan bersama dari semua
pihak, terutama dalam mengatasi keterbatasan sumber daya.