![]() |
| Foto : Tempo |
Kritik terhadap rencana
pemerintah untuk memberikan izin pertambangan kepada organisasi sipil keagamaan
telah mencuat dari beberapa ekonom. Media Wahyudi Askar, Direktur Kebijakan
Publik di Pusat Studi Ekonomi dan Hukum (Celios), mengemukakan bahwa rencana
ini akan membawa dampak ekonomi dan lingkungan yang signifikan.
Menurutnya, ada potensi
terjadinya ketidakadilan ekonomi karena organisasi sipil mungkin tidak memiliki
sumber daya atau keahlian yang memadai untuk mengelola pertambangan secara
efisien. "Ini bisa berakibat pada penurunan produktivitas dan
pendapatan yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan pertambangan yang
lebih besar," ungkapnya, menegaskan pandangannya pada hari Minggu, 12
Mei 2024.
Tidak hanya itu, kebijakan ini
juga memunculkan risiko korupsi dan penyalahgunaan wewenang, mengingat
organisasi sipil mungkin tidak memiliki sistem pengawasan yang ketat seperti
perusahaan besar.
Selain itu, rencana ini dapat
menimbulkan ketidakpastian hukum dan investasi. "Para investor mungkin
ragu untuk menyuntikkan modal ke proyek pertambangan yang dikelola oleh
organisasi sipil karena risiko hukum dan ketidakpastian kebijakan,"
jelasnya.
Tak ketinggalan, dampak
lingkungan juga menjadi sorotan. Menurut Askar, organisasi sipil yang kurang
pengalaman dalam manajemen lingkungan dapat meningkatkan risiko pencemaran
seperti polusi udara, air, dan tanah.
Namun, lebih dari sekadar
permasalahan ekonomi dan lingkungan, rencana ini memunculkan keprihatinan atas
masa depan negara. "Ini berpotensi merusak struktur pasar, mengganggu
kepercayaan investor, dan mengurangi potensi pendapatan negara,"
tegasnya.
Sebelumnya, pemerintah berencana
untuk mengalokasikan izin pertambangan kepada organisasi sipil keagamaan.
Menteri Investasi dan Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, berharap izin konsesi
pertambangan akan didistribusikan melalui revisi Peraturan Pemerintah No. 96
Tahun 2021.
Kendati demikian, perkembangan
regulasi tersebut belum sepenuhnya jelas. Tempo mencoba mengonfirmasi hal ini
kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Dadan
Kusdiana, namun hingga saat ini belum ada tanggapan. Ini menunjukkan bahwa
proses revisi di Kementerian Sekretariat Negara masih berlangsung.
